Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Merajut Harapan Bersama ODOP


Part 1: Sebuah Awal

Berawal dari hobi baca, akhirnya bermimpi menjadi seorang penulis. Alasannya sederhana, kepingin jadi orang yang bisa menebar banyak manfaat. Dan kupikir, menulis adalah salah satu cara efektif untuk mewujudkannya. Aku mendapat banyak manfaat lewat bacaan, maka aku berharap kelak juga bisa menjadi orang yang menyebar manfaat  seperti mereka, para penulis.

Keinginan menjadi seorang penulis membuat aku mulai menulis. Saat itu aku masih seorang siswi SMP dan bacaanku masih berkisar fiksi, maka yang kutulis pun sama, fiksi (baca:cerpen). Suatu ketika, sekolahku mengundang Mbak Asma Nadia dalam workshop kepenulisan bersama dua penulis lainnya. Dengan semangat menggelora aku ikut dalam workshop tersebut. Aku mengikuti seminar dengan antusias, yang ada dipikiranku, “setelah ikut seminarnya mbak Asma, aku pasti bisa menjadi penulis seperti beliau”, itu pemikiran yang sangat kekanakan tentu, maklum, masih kelas 1 SMP, masih polos, hehe. Karena aku belum paham bahwa menulis itu proses panjang dan ada banyak hal yang harus dilalui untuk menjadi seorang penulis. Aku belum paham kalau setiap penulis punya cerita suka dan duka sampai bisa menghasilkan sebuah buku . Saat itu, masih terlalu dini buatku memikirkan perjuangan, pengorbanan, dan hal lain yang menghiasi perjalanan para penulis. Aku baru mulai sedikit paham dan mulai berpikir ‘menjadi penulis itu tidak semudah yang kupikirkan’ saat mbak Asma dan mas Gegge menceritakan pengalaman mereka.

“Menulis itu bukan bakat, tapi kebiasaan” demikian yang dikatakan mbak Asma. Kalimat yang melahirkan semangat dan harapan pada diriku, bahwa aku yang tak punya bakat pun bisa menjadi penulis. Tibalah saat yang kutunggu-tunggu, tips menjadi penulis dari Mbak Asma. Aku bersiap mencatat, katanya hanya ada tiga tips jitu menjadi penulis, kalau kita konsisten mengaplikasikannya maka kita akan menjadi penulis. Pertama, menulis. Beliau memberikan uraian panjang tentang tips pertama, aku menyimak denga takzim. Kedua, menulis. Jemariku yang siap menuliskan tips kedua tertahan, aku bingung, “apa aku tidak salah dengar? Kenapa yang pertama sama dengan yang kedua? Atau mbak Asmanya yang salah sebut?” aku masih melongo sampai mbak Asma memberikan penjelasan bahwa setelah menulis, menulis lagi. Dan tips ketiga pun sama, menulis. Intinya, menulis! Menulis! Menulis! Hanya ini cara untuk menjadi penulis.

Jujur, aku yang masih polos seketika kecewa dengan tipsnya. Aku berharap ada hal hebat yang akan disampaikan yang akan menyihirku menjadi seorang penulis seperti beliau. Aku tak butuh tips ‘konyol’ itu. Aku sudah tahu, untuk menjadi penulis tentu harus menulis, tapi mana tipsnya? Aku sama sekali tidak menganggap itu sebagai tips. Aku pulang dengan membawa kekecewaan.

Hari itu, aku benar-benar belum paham bahwa ‘Menulis, menulis, menulis’ adalah tips paling mujarab untuk menjadi seorang penulis, karena sejatinya, menulis itu pembiasaan. Semakin kita sering menulis maka kemampuan kita semakin meningkat tanpa kita sadari. Ada begitu banyak teori-teori  untuk menjadi penulis hebat. Berbagai tips-tips mujarab diberikan oleh ahlinya, tapi apalah arti teori dan tips-tips tanpa praktek? Proses  panjanglah yang akhirnya membuatku paham makna tips dari ‘Menulis,menulis, dan menulis. Kini, aku hanya tersenyum mengenang diriku berapa tahun lalu. Konyol.

Aqilah El-Hafizhah

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar